Teruntuk Kenangan di Kota Majalengka



Hai hujan...
Aku ingin menemui seseorang dan mengatakan segala hal yang ku rasa saat ini, mungkin dengan sebuah bahasa lisan dan mata yang bersinkronisasi semua nya akan tersampaikan.
Ya, aku memang terlalu lelah menanggung kata-kata ini, bukan sebuah pernyataan hanya sekedar obrolan santai dari hati dan jiwa yang muda ini. Benar sekali kalau aku hanya menginginkan kelegaan di dada, membenahi ruang-ruang yang tak tertata. Bukan kah perempuan lebih memihak keadaan hatinya di bandingkan sebuah ke-rasional-an, itu lah yang saat ini mungkin membuat perempuan menahan berbicara saat dunia yang dia temui dulu berubah menjadi dunia yang asing.
Ya, sebuah keinginan yang tak terpenuhi karena mungkin waktu belum berpihak menemukan ketepatan dan kesiapan. Hanya sebuah obrolan sederhana, mengenai sapaan dan tanya jawab keadaan. Bukan kah ini tidak membebani? Mungkin saja membebani bagi siapapun yang menganggap obrolan ini obrolan tidak ber-manfaat.
Hai....
Aku hanya ingin menemukan ketenangan dan tidak akan menuntut segala hal, tidak akan mengambil bagian milik mu yang kamu pun tak mau memberikan. Aku hanya ingin berbicara mengenai obrolan bijaksana.

Kamu yang ku tunggu, mungkin ini kesekian kali nya aku mengajukan permintaan maaf. Mengatakan kalau aku telah menyerah untuk berprilaku “kekanak-kanakan dan ngeyel” aku telah menyerah pada akhir tulisan ini. Dan dari jari-jari kecil yang pernah berbicara beberapa kali menyerah tapi tak menyerah, kini telah ku tegaskan seluruh nya aku menyerah. Menyerah untuk bersikap merugikan banyak pihak.
Teruntuk pagi yang ku temui hari ini, genggamlah wangi tanah yang mampu memberi warna hidup yang baru. Dan aku katakan aku akan baik-baik saja, kita akan baik-baik saja.
Satu bulan telah berlalu, sepi yang ku temukan kini memang telah menjadi sebuah hidangan wajib. Aku sempat memilih melupakan sesuatu yang ku rasa, sebelum terbiasa dengan keindahan dalam suasana sepi dan hening, tetapi aku merasa tak ingin melanjutkannya.


Komentar