Abdikan Diri di Tanah Pemakaman






Atikah
Pagi hari yang begitu cerah, rumah dengan desain tua itu berdiri sangat kokoh. Disinari oleh matahari yang terbit dari timur. Disamping rumahnya terdapat sebuah sungai dengan air kecoklat-coklatan ditambah dengan sampah-sampah. Di rumah itulah tempat seorang nenek berusia 104 tahun tinggal, seorang nenek dengan nama panggilan Emak Iweung. Emak Iweung tinggal dengan anaknya dan seorang cucunya, dan dipinggir rumahnya terdapat rumah anak perempuannya.
02, Juni 2015 Emak Iweng yang ditemui tidak sedang berada di rumahnya, ia berada di sebuah kebun. Di sanalah Emak Iweung mengumpulkan dahan-dahan, ranting-ranting, untuk dijadikan kayu bakar demi memenuhi kebutuhan dapur.
Tubuhnya yang tidak tegap lagi dan terlihat bungkuk itu adalah tubuh yang mampu bekerja lebih keras dari pada dua pemuda yang menemuinya saat itu. Emak Iweung adalah seorang ibu dari Pak Darkim, Pak Darkim itu adalah seorang pembersih makam umum yang sangat luas di Desa Andir, Dusun Manis , Majalengka. Emak Iweung tidak hanya mengumpulkan kayu bakar, tetapi membantu Pak Darkim atau Pak Aking nama panggilannya Pak Darkim untuk membersihkan pemakaman selama 4 bulan menuju lebaran.
Kegiatan bersih-bersih ini pada awalnya adalah inisiatif Pak Aking yang dimuali pada tahun 2012.. Pak Aking merasa prihatin dengan keadaan pemakaman yang sangat tidak indah untuk dipandang, dan terkesan memang membahayakan. Pemakaman yang penuh dengan, eurih, semak belukar, ular, kaki seribu dan segala binatang-binatang lainnya. Rumputnya yang tingginya sampai setengah tinggi tubuhnya Pak Aking.
“Pertama ada orang yang mau ngadoroh atau nyekar, melihat makam poek atau gelap saya merasa prihatin karena anaknya mau nyekar ke bapaknya jadi ga jadi karena jalannya dipenuhi rumput yang penuh cucuk, eurih” ucap Pak Aking.
Kegiatan bersih-bersih dilakukan empat bulan sebelum marema dimana tidak ada kesadaran dari masyarakat untuk membersihkan pemakaman. Kegiatan bersih-bersih itu pun menjadi pekerjaan satu-satunya pasca kecelakan yang membuat kakinya patah. Setiap lebaran masyarakat dengan suka rela memberikan sedikit rezekinya meskipun tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Sosok Pak Aking dan Emak Iweung adalah sosok inspiratif bagi anak muda. Pak Aking yang dilahirkan di Majalengka, 10-08-1950 dan Mak Iweung masih sangat memperhatikan kepentingan umum yang sudah tidak terurus. Seperti menurut Ibu Wiwin seorang guru SD salah satu sekolah di Desa Andir. Menurut beliau, Mak Iweung adalah sosok yang sangat luar biasa karena di usianya yang senja beliau begitu semangat dalam bekerja, ulet, dan sangat baik hati. Begitu pula dengan kegiatan pembersihan makam yang dilakukannya bersama Pak Aking sangat membantu masyarakat, sangat berguna untuk masyarakat.
“nenek mah baik neng, mapahnya kuat” menurut Ibu Wiwin
            Icih Darsih, tetangga Mak Iweung dan Pak Aking meyatakan bahwa tokoh Pak Aking dan Mak Iweung sangat penting sekali, tokoh sangat bermanfaat. Keadaan tubuh tidak menghalangi semangat Emak Iweung dan Pak Aking dalam menjalani kegiatan rutin bersih-bersih makam, meskipun uang suka rela itu tidak mencukupi biaya hidupnya. “saya ikhlas neng,” ucap Pak Aking.
Nenek Iweung dengan penuh semangat memperlihatkan  bibirnya yang menyungging penuh kesenangan ketika berbicara soal kegiatan membersihkan pemakaman yang luas. Melewati terik matahari, dengan golok yang dengan gagah dibawanya. Begitu pun dengan Pak Aking yang turut memberikan senyuman saat diwawancarai mengenai kesibukannya bersih-bersih pemakaman umum.

Komentar